ZIARAH MUSIKAL KE MAKAM SUKA HARDJANA

Di makam Pak Suka, Triyagan, Karanganyar, Jawa Tengah.

Minggu, 16 Agustus 2020, telepon berbunyi, Bu Suka mengirim kabar, lebih tepatnya mengajak saya untuk ikut tabur bunga ke makam Pak Suka pada esok hari. Tanpa pikir panjang, ajakan itu saya terima begitu saja.

Senin, 17 Agustus pagi kami bertemu di Solo. Turut hadir pula sebagian keluarga Pak Suka yang datang dari Jogja, sekitar belasan orang. Serombongan tiga mobil kami berangkat, dari Solo ke Triyagan, Karanganyar. Saya satu mobil dengan Bu Suka dan Mbak Jum, asisten pribadi ibu. O, ya, sebelum berangkat kami dijamu gule kambing dan opor ayam, lengkap dengan lauk pauk yang lezat.

“Hari ini 82 tahun, Mas. Pasti bapak senang, dikunjungi kita semua,” kata Bu Suka lirih.

17 Agustus memang merupakan hari lahir Pak Suka, sosok yang banyak dikenal sebagai penulis dan inspirator, khususnya di dunia musik. Seluruh hidup Pak Suka memang telah terbukti didedikasikan untuk pertumbuhan musik dan pengetahuan melalui buku-buku yang ditulisnya, penyelenggaraan pementasan musik klasik-kontemporer yang diadakannya, diskusi dan ceramah, hingga menjadi pembimbing untuk berbagai penelitian musik.

Melalui Pak Suka saya banyak sekali belajar bagaimana menulis dengan retorika yang baik, bagaimana  menulis agar mudah dipahami masyarakat luas. Dan saya selalu senang karena terus disemangati agar tetap menulis. Mengenal Pak Suka secara personal adalah rahmat tersendiri yang saya nikmati, syukuri, agar menjadi amal kepada siapa saja. Persis seperti anjuran Pak Suka suatu ketika kepada saya di sebuah SMS:

“Mas Erie, saya telah membaca buku-buku Anda. Terimakasih atas kirimannya. Paket Anda hampir rusak karena pak pos melemparnya sembarangan dari luar pagar! Itu tabiat yang tidak pantas ditiru. Untungnya saya bergegas menyelamatkannya. Mas Erie, pertama-tama saya senang, Anda mau menulis dan turut menerbitkan buku-buku. Setidaknya Anda membukakan pikiran masyarakat kepada hal-hal yang belum tentu mereka pikirkan, tentu saja selamat atas terbitnya buku Anda. Hanya satu catatan untuk Anda: tetaplah menulis, hanya itulah satu-satunya cara untuk membuka cakrawala bahwa dunia musik tidak hanya yang serba glamor dan hiburan! Kalau ke Jakarta jangan lupa beritahu saya, silakan menginap di rumah saya sepuasnya. Shaloom, Suka Hardjana.”

**

Setelah 30 menit perjalanan, kami akhirnya tiba di makam, dipayungi terik matahari yang cukup menyengat, tepat di tengah hari. Bu Suka memimpin doa. Kami berada dalam suasana khusyu’ sekian menit, lalu kami menabur bunga, bergantian.  

“Ini adik-adikmu datang, banyak sedulur-sedulurmu, ada Mas Erie juga,” bisik Bu Suka di depan nisan putih yang bersih.

Hari Merdeka kali ini memang terasa berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, karena biasanya saya cuma main musik mengisi hiburan di acara tirakatan kampung. Kali ini diberi kesempatan dan renungan untuk berziarah ke makam “seorang pahlawan.” Benar-benar tidak berlebihan saya mengatakan itu untuk Pak Suka. Pahlawan, sebuah kata yang diserap dari Bahasa Sansekerta phala-wan, artinya adalah orang yang menghasilkan buah berkualitas bagi bangsa.

“Pak Suka, saya pamit dulu.”

Triyagan, Karanganyar, 17 Agustus 2020.

Tulisan saya lainnya tentang Pak Suka, yang menyuguhkan informasi lebih komplit, silakan klik: Di Tangah Suka Hardjana Musik Menjelma Ilmu Pengetahuan