
Menulis itu sebetulnya suatu kegiatan yang ambigu, antara penting dan gak penting. Penting, itu karena ada orang-orang yang memang menggantungkan hidupnya dari menulis. Mau tidak mau. Menulis adalah harga mati untuk mereka (padahal saya juga bingung, istilah “harga mati” itu sebetulnya artinya apa). Gak penting, karena menulis itu suatu kegiatan yang buang-buang waktu. Terlebih jika masih bingung untuk apa tujuannya. Mending waktunya dipakai buat nongki, hura-hura, jalan-jalan, atau pijet. Bikin happy.
Diam-diam, bagi sebagian teman-teman saya, yang NIATNYA besar sekali, IDENYA banyak sekali (dan bagus-bagus), WAKTUNYA juga banyak, selalu kesulitan ketika harus menuangkannya ke dalam tulisan. Setelah iseng saya selidiki pelan-pelan, ternyata NIAT, IDE, dan WAKTU itu belum cukup kuat sebagai pra-syarat menulis. Menulis itu action, konkrit, nyata. Ada wujudnya.
Lah, lalu butuh apa lagi? Please, katakan! Daripada tak bedil ndasmu.
DUIT? Gak. Buat nraktir saya aja.
LAPTOP? Ya pasti kalau itu, mosok celurit?
Tapi, laptop semahal apa pun apakah sekonyong-konyong membuatmu mahir menulis?
PACAR YANG MENYEMANGATI? Pacarmu lebih sering bikin galau ketimbang memotivasi, iya, kan? STAMINA? CINTA? KETULUSAN? KEBERANIAN? Semuanya keliru!
Perhatikanlah 5 cara ini saja:
- HAPUSLAH SEGALA NIAT, IDE, DAN WAKTUMU. GANTILAH SEMUA ITU DENGAN SATU KATA: MALU.
Malu, bahkan banget, khususnya untuk kita-kita yang “berpendidikan” dan punya gelar sarjana. Sayang lho kalau tidak rajin menulis, karena ilmu ini lebih banyak untuk konsumsi diri sendiri. Menulislah untuk membuktikan bahwa ilmu kita bermanfaat dan berdaya-guna untuk orang lain. IDE untuk konten tulisan kan sudah punya, sudah bagus juga, tinggal merasa “malu” atau nggak, itu yang belum.
- REKAM MONOLOGMU KE VOICE RECORDER
Mungkin memang kamu benar-benar kesulitan untuk menuangkan kata, kalimat, dan seterusnya ke lembar-lembar kertas atau microsoft word. Dan kamu termasuk orang yang lebih suka ngomong, ceramah, ndongeng, ketimbang nulis. Ga papa. Itu sudah modal yang luar biasa, lebih dari cukup. Maka, kalau kamu punya ide, niat, dan waktu, yang semua itu karena didorong kegelisahan-kegelisahan yang tinggi, mulailah merekam monologmu yang berisi kegalauan-kegalauan itu. Lalu dengarkan, dan salinlah ke tulisan. Minta tolong temanmu yang paham berbahasa yang baik dan benar untuk mengeditnya, karena bahasa tulis jelas berbeda dengan bahasa lisan, terutama detail-detailnya. Kalau cuma ingin berbicara saja dan menyampaikan semua itu ya tinggal upload saja ke podcast, tapi ini konteksnya kan lain, dimana kamu harus menulis.
- GUNAKAN APLIKASI VOICE TO TEXT
Ini cara yang lebih ekstrim lagi (dan sangat mudah). Unduhlah aplikasi di smart phonemu, namanya VOICE TO TEXT, atau sekitar itu lah. Yang jelas aplikasi ini punya kemampuan untuk mengonversi suara ke teks. Tapi ada tekniknya, berbicaralah dengan tempo dan ritme pelan dengan artikulasi yang jelas. Kalau sudah, kamu tinggal copy paste saja hasilnya. Edit seperlunya. Unggah di facebook atau blog, sesukamu aja.
- MINTA TOLONG TEMAN ATAU PACAR UNTUK MENCATAT
Bukan mencatat hutang-hutang, ya! Tapi mencatat ide-idemu yang sudah bagus itu. Pilih lah partner yang bisa menulis dengan lancar, dan ia adalah seorang yang baik budi, mau membantumu yang tengah berada dalam kesulitan (besar).
- MULAILAH BERPIKIR BAHWA MENULIS ITU TERNYATA TIDAK ADA GUNANYA
Tidak ada gunanya kalau kamu hanya menulis setahun sekali, itu pun cuma satu artikel pendek yang isinya cuma kutipan-kutipan, ditambah membully tulisan orang. Lebih malu lagi. Mulailah mewujudkan mana yang menurutmu paling pas dari cara-cara sebelumnya itu, lalu bertahanlah dalam produktivitas, dilandasi dengan target-target. Misalnya sehari atau seminggu menulis satu artikel, entah pendek atau panjang terserah, pokoknya satu.
Masih malas menulis? Ga papa. Tunggulah momen yang tepat kalau memang semua itu menurutmu tidak bisa dipaksakan. Tapi sampai kapan?