PUNYA IDE SEGUDANG TAPI BINGUNG MENUANGKANNYA KE TULISAN? 5 CARA YANG TIDAK BIASA INI AKAN MEMBANTUMU

Menulis itu sebetulnya suatu kegiatan yang ambigu, antara penting dan gak penting. Penting, itu karena ada orang-orang yang memang menggantungkan hidupnya dari menulis. Mau tidak mau. Menulis adalah harga mati untuk mereka (padahal saya juga bingung, istilah “harga mati” itu sebetulnya artinya apa). Gak penting, karena menulis itu suatu kegiatan yang buang-buang waktu. Terlebih jika masih bingung untuk apa tujuannya. Mending waktunya dipakai buat nongki, hura-hura, jalan-jalan, atau pijet. Bikin happy.

Diam-diam, bagi sebagian teman-teman saya, yang NIATNYA besar sekali, IDENYA banyak sekali (dan bagus-bagus), WAKTUNYA juga banyak, selalu kesulitan ketika harus menuangkannya ke dalam tulisan. Setelah iseng saya selidiki pelan-pelan, ternyata NIAT, IDE, dan WAKTU itu belum cukup kuat sebagai pra-syarat menulis. Menulis itu action, konkrit, nyata. Ada wujudnya.

Lah, lalu butuh apa lagi? Please, katakan! Daripada tak bedil ndasmu.

DUIT? Gak. Buat nraktir saya aja.

LAPTOP? Ya pasti kalau itu, mosok celurit?

Tapi, laptop semahal apa pun apakah sekonyong-konyong membuatmu mahir menulis?

PACAR YANG MENYEMANGATI? Pacarmu lebih sering bikin galau ketimbang memotivasi, iya, kan? STAMINA? CINTA? KETULUSAN? KEBERANIAN? Semuanya keliru!   

Perhatikanlah 5 cara ini saja:

  • HAPUSLAH SEGALA NIAT, IDE, DAN WAKTUMU. GANTILAH SEMUA ITU DENGAN SATU KATA: MALU.

Malu, bahkan banget, khususnya untuk kita-kita yang “berpendidikan” dan punya gelar sarjana. Sayang lho kalau tidak rajin menulis, karena ilmu ini lebih banyak untuk konsumsi diri sendiri. Menulislah untuk membuktikan bahwa ilmu kita bermanfaat dan berdaya-guna untuk orang lain. IDE untuk konten tulisan kan sudah punya, sudah bagus juga, tinggal merasa “malu” atau nggak, itu yang belum.

  • REKAM MONOLOGMU KE VOICE RECORDER

Mungkin memang kamu benar-benar kesulitan untuk menuangkan kata, kalimat, dan seterusnya ke lembar-lembar kertas atau microsoft word. Dan kamu termasuk orang yang lebih suka ngomong, ceramah, ndongeng, ketimbang nulis. Ga papa. Itu sudah modal yang luar biasa, lebih dari cukup. Maka, kalau kamu punya ide, niat, dan waktu, yang semua itu karena didorong kegelisahan-kegelisahan yang tinggi, mulailah merekam monologmu yang berisi kegalauan-kegalauan itu. Lalu dengarkan, dan salinlah ke tulisan. Minta tolong temanmu yang paham berbahasa yang baik dan benar untuk mengeditnya, karena bahasa tulis jelas berbeda dengan bahasa lisan, terutama detail-detailnya. Kalau cuma ingin berbicara saja dan menyampaikan semua itu ya tinggal upload saja ke podcast, tapi ini konteksnya kan lain, dimana kamu harus menulis.

  • GUNAKAN APLIKASI VOICE TO TEXT

Ini cara yang lebih ekstrim lagi (dan sangat mudah). Unduhlah aplikasi di smart phonemu, namanya VOICE TO TEXT, atau sekitar itu lah. Yang jelas aplikasi ini punya kemampuan untuk mengonversi suara ke teks. Tapi ada tekniknya, berbicaralah dengan tempo dan ritme pelan dengan artikulasi yang jelas. Kalau sudah, kamu tinggal copy paste saja hasilnya. Edit seperlunya. Unggah di facebook atau blog, sesukamu aja.

  • MINTA TOLONG TEMAN ATAU PACAR UNTUK MENCATAT

Bukan mencatat hutang-hutang, ya! Tapi mencatat ide-idemu yang sudah bagus itu. Pilih lah partner yang bisa menulis dengan lancar, dan ia adalah seorang yang baik budi, mau membantumu yang tengah berada dalam kesulitan (besar).

  • MULAILAH BERPIKIR BAHWA MENULIS ITU TERNYATA TIDAK ADA GUNANYA

Tidak ada gunanya kalau kamu hanya menulis setahun sekali, itu pun cuma satu artikel pendek yang isinya cuma kutipan-kutipan, ditambah membully tulisan orang. Lebih malu lagi. Mulailah mewujudkan mana yang menurutmu paling pas dari cara-cara sebelumnya itu, lalu bertahanlah dalam produktivitas, dilandasi dengan target-target. Misalnya sehari atau seminggu menulis satu artikel, entah pendek atau panjang terserah, pokoknya satu.

Masih malas menulis? Ga papa. Tunggulah momen yang tepat kalau memang semua itu menurutmu tidak bisa dipaksakan. Tapi sampai kapan?

PUNYA BANYAK GAYA DALAM MENULIS? WHY NOT? INDONESIA SAJA BINEKA MASAK KAMU NGGAK?

Foto: Felix Dharma Yudi.

“Menulis (bisa dan boleh) menggunakan gaya yang berbeda-beda untuk tujuan atau fungsi yang beragam. Punya banyak gaya itu sah-sah saja.”

Saya punya beberapa pengalaman tentang itu. Singkatnya seperti ini, detailnya boleh japri langsung.

Misalnya, ketika diminta tampil untuk memberikan kuliah terbuka (berpidato) di depan seribu mahasiswa baru, saya menulis dengan gaya bahasa formal, tapi tidak dengan terminologi-terminologi yang rumit. Saya sangat menyadari, bahwa yang akan mendengarkan “tulisan” saya adalah “Siswa SMA yang baru saja lulus”, maka saya harus menyesuaikan. Waktu itu tidak pidato luar kepala, melainkan membacakan apa yang sudah saya tulis.

Jika sedang menulis untuk tujuan yang “tidak terlalu jelas”, artinya demi membunuh waktu personal saja, saya menulis dengan sangat liar dan bebas, kadang-kadang menggunakan idiom seperti orang berbicara lisan. Kalau kalian pernah membaca buku-buku saya, terutama yang seri Short Music Service 1 – 4, Mendengarkan Gitar Menikmati Hongkong, di sanalah rata-rata saya menulis dengan cara yang paling natural, mengalir, rasanya kalian seperti berbicara empat mata dengan saya. Inilah yang dominan berpotensi membentuk gaya personal.

Ketika diminta membantu penelitian-penelitian akademik sebagai asisten ketak-ketik, ada perbedaan lagi yang signifikan, terutama kedisiplinan terhadap intensitas membaca sumber, yang kemudian berpengaruh pada pengungkapannya ke sebuah tulisan. Penggunaan istilah atau terminologi menjadi lebih ketat, bahkan sangat ketat.

Di koran atau blog lain lagi, saya menulis dengan sangat-sangat sederhana, karena saya sangat ngeh bahwa pembacanya akan lebih plural.

Jadi, menulis itu ternyata begitu-itu. Selain harus memperhatikan siapa yang menjadi sasaran, kita juga harus peka dan punya prediksi terhadap gaya-gaya yang akan kita gunakan. Dengan begitu kita akan berkembang dalam keberagaman.  Tulisanmu berpotensi dinikmati lebih banyak orang. Kemanfaatanmu sebagai manusia makin teruji.

Berbicara pun demikian. Kita akan menyesuaikan gaya berbicara tergantung dengan siapa kita sedang berbicara. Nek karo kancamu dewe yha sah-sah wae muni “ASU KOWE…!” Nek karo wong tuwamu? Wooo… Auto Kuwalat kuwi jenenge…

Sekian dulu, ya!

10 Jenis Literatur Musik Selain Soal “Gaya Hidup”

Halo teman-teman, karena kesukaan saya adalah membaca dan mengoleksi buku-buku tentang musik, maka di tutorial kali ini saya ingin berbagi tentang sedikitnya 10 Jenis Literatur Musik.

Apa itu LITERATUR MUSIK? Adalah semua bacaan tentang musik, singkatnya gitu aja. Pada umumnya literatur musik yang beredar di pasaran lebih banyak menyoroti “gaya hidup”, kehidupan personal pemusik atau band. Gelombang industri musik yang begitu besar (khususnya di Indonesia), memang berdampak pada terbitnya buku-buku yang hanya berkaitan dengan industri musik. Tidak seimbang memang. Akibatnya kita sangat jarang menemui literatur musik jenis-jenis lainnya di toko-toko buku terdekat dan terjauh. Hehe.

Jadi berikut ini adalah 10 Jenis Literatur Musik yang boleh deh kita ketahui selain yang membahas soal “gaya hidup.” Semoga bermanfaat, ya! O ya, kalian boleh juga melengkapi jika ada jenis-jenis yang lain, dengan senang hati.

Grafis: Andri Widi

5 Jurus Gampang Menulis Artikel Musik!

Langsung saja, ya! Buat kalian yang punya niat (pengen) nulis artikel musik tapi bingung harus bagaimana memulainya, baca 5 jurus ampuh ini!

1. Mulailah menulis yang pendek-pendek dulu

Suatu artikel  tidak harus selalu panjang, tidak harus selalu ilmiah, tidak harus selalu detail. Kamu bisa berangkat dari hal-hal yang sangat sederhana, dan tulislah yang pendek-pendek dulu untuk latihan, misalnya 250 – 400 kata.  Usahakan dalam sehari sempatkan untuk menulis  1 artikel saja. Judul pikir belakangan. Artikelmu yang pendek ini juga tidak harus berangkat dari topik musik yang berat-berat, cukup yang kamu alami sehari-hari. Jangan berpikir baik buruknya tulisan kita, tapi mulailah untuk merutinkan diri terlebih dahulu, sampai menjadi kebiasaan! Kalau sudah jadi, mintalah pendapat teman-temanmu, akan ada masukan dari sana yang bermanfaat untuk memperbaiki tulisanmu.

2. Mulailah hanya dengan SATU KATA!

Mulailah menulis cukup dengan SATU KATA! Maksudnya? Ya satu kata! Misalnya: musik, mendengar, konser, selera, irama, kaset, dan lain-lain. Pokoknya satu kata saja. Kembangkan “satu kata” itu menjadi paragraf yang kalimatnya saling terhubung. Misalnya:

“Musik. Bagiku musik adalah sesuatu yang sangat berarti. Mungkin aku akan mati jika hidup tanpa musik. Terserah orang lain menganggap musik itu haram, aku sebaliknya, musik itu berkah bagi kehidupanku. Setiap hari aku memainkan musik untuk tujuan menghibur diriku sendiri, dan itu mengawetkan umurku. Terlebih jika aku mampu menghibur orang lain, alangkah senangnya aku. Musik adalah sebuah kata yang begitu berarti di kehidupanku.”

“Kaset. Buat kita yang mengalami fase 1990-an, pasti familiar dengan yang namanya kaset. Ya, benar! Kaset adalah primadona di tahun-tahun itu, tak terkecuali untukku, yang punya koleksi ribuan kaset, sebagian warisan ayah-ibu, sebagian kubeli dengan duitku sendiri. Kini zaman memang telah berubah, memutar musik tak hanya lewat kaset, tapi juga handphone, komputer, speaker, dan lain-lain. Tapi aku tetap mencintai kaset. Menurutku ada pengalaman berbeda ketika aku mendengarkan musik lewat kaset. Memang agak ribet, tapi yang namanya kesukaan tidak akan mampu digantikan apapun. I love kaset.”

Lakukan seperti itu terus-menerus setiap hari, dan pilihlah “satu kata” saja sebagai langkah untuk memulai. Sesukamu saja.

3. Pelajari istilah-istilah musik (yang gampang-gampang saja dulu!)

Kalau kita sudah mulai menulis artikel musik,  pasti akan ketemu yang namanya istilah-istilah musik. Mungkin itu akan membuat pikiranmu jadi rumit, khususnya buat kamu yang awam. Jadi saran saya, seperti bisnis butuh modal, menulis juga sama. Pertama-tama modalnya adalah: belilah kamus musik! Kalau belum punya uang, ya pinjamlah ke teman, segera difotokopi dan kembalikan! Pelajari istilah-istilah dan maknanya, agar tulisanmu menjadi lebih berbobot dan informatif.

4. Mendengarkan musik lebih cermat

Artikel musik yang bagus, menurut saya, adalah yang bisa mempengaruhi imajinasi pembacanya. Sama seperti membaca novel, kita akan membayangkan background atau “kenyataan” yang ditulis di novel tersebut, bisa mengimajinasikannya seolah-olah itu nyata. Untuk membuat artikel musik yang kita tulis menjadi “bernyawa”, maka saran saya adalah dengarkan musik lebih cermat, jangan hanya lewat begitu saja. Ini sebetulnya merupakan langkah awal dari trial-trial selanjutnya, yaitu belajar tentang “analisis musik.”

Caranya? Belajarlah mendengarkan sendirian tanpa diganggu siapa-siapa. Gunakan headphone atau speaker yang rekomended, jangan yang sember. Putarlah berulang-ulang dan siapkan kertas. Identifikasi unsur-unsur yang menarik dari musik yang kamu dengarkan, atau setidaknya bagian-bagian yang membuat kamu penasaran untuk menyelidiki lebih jauh. Jika sudah ketemu kata-kata kunci, maka berangkatlah dari kata-kata kunci tersebut. Misalnya: “Ini bagian refrainnya enak banget,” kamu mungkin punya kesan begitu. “Enak banget” adalah kata kunci. Jangan berhenti di situ, berusahalah mencari tahu: mengapa bagian itu bisa “enak banget.” Mintalah pendapat ke teman-temanmu yang lebih paham soal musik, tulislah pendapat mereka. Kembangkan tulisanmu dengan informasi-informasi yang menarik.

5. “Hilangkan Selera” jika ingin artikelmu lebih bagus!

Bagi saya, artikel-artikel musik yang membosankan adalah artikel yang isinya cuma membahas mengenai selera musik si penulisnya saja. Sebetulnya boleh-boleh saja, tapi ingat juga, kalau artikel kita cuma berangkat dari selera pribadi, maka tulisan kita akan begitu-begitu saja. Mulailah belajar lebih obyektif. Mungkin kita gemar musik rock, tapi jadi lebih keren kalau kita juga bisa nulis tentang musik klasik atau jazz atau bahkan gamelan. Dengarkan musik sebanyak-banyaknya, dan jangan memulai dengan selera. Mulailah berpikir bahwa itu “musik” tanpa embel-embel genre, selera, dan unsur-unsur lain yang mengarah ke subyektivitas. Bisa fifty-fifty antara subyektif dan obyektif sangat disarankan, tapi sepenuhnya subyektif akibatnya jadi kurang menarik.

Sekian dulu tips dari saya. Jangan lupa terus mencoba. Sampai jumpa di tips-tips lainnya.

Tutorial Musik Erie Setiawan

HALO! Selamat berjumpa di halaman TUTORIAL MUSIK ERIE SETIAWAN! Di sini kalian akan bisa mengakses tutorial musik langsung dari saya secara gratis! Tutorial yang saya berikan cuma berkisar di dua bidang yang menjadi ketekunan dan keahlian saya: menulis dan bermusik. Tutorial akan saya berikan dalam format tertulis maupun video.

Oya, saya juga punya kursus menulis tentang musik secara offline maupun online yang saya beri nama LITERERIE. Kursus ini diminati banyak sekali pemula bahkan profesional yang ingin lebih mengembangkan kemampuannya dalam menulis tentang musik demi keperluan promosi, dokumentasi, maupun karya-karya penulisan. Jangan sungkan untuk menghubungi saya jika kalian ingin mendapatkan pengetahuan dan ketrampilan menulis dan bermusik lebih banyak lagi!

by eriesetiawan