Buku ini memaparkan dengan lugas dan tangkas apa yang dibutuhkan mahasiswa musik, penata musik, komposer, serta peminat seluk-beluk keterampilan teoretika di dalam penyusunan musik melalui Ilmu Kontrapung. Pembelajaran Ilmu Kontrapung menunjukkan bahwa di dalam musik terdapat elemen-elemen sainstifik yang logis dan sistematik.

Kilas Balik: Sebuah Kenangan
Ketika membaca lembar-lembar awal buku ini, saya jadi teringat pengalaman berharga yang saya alami pada tahun 2004, sekitar 17 tahun yang lalu. Ketika itu saya adalah mahasiswa S1 di ISI Yogyakarta dengan minat Musikologi. Di dalam kurikulum perkuliahan musikologi, selain kami mempelajari sejarah dan kajian repertoar musik dari berbagai zaman—termasuk praktik musik klasik—kami juga diwajibkan mengambil mata kuliah Ilmu Kontrapung, dan pengampunya adalah Prof. Victor Ganap, salah satu kontributor buku ini.
Layaknya jatuh cinta pada pandangan pertama, mengikuti kuliah Ilmu Kontrapung langsung membuat saya terkesima. Pak Victor adalah dosen yang disiplin serta memiliki kemampuan transfer pengetahuan yang sangat baik. Saya makin tertarik. Saking tertariknya, saya pun mencatat dengan cermat dan detail setiap materi yang disampaikan oleh beliau (catatan tersebut masih saya simpan sampai sekarang). Sebagian dari isi buku ini juga merupakan materi yang disampaikan Pak Viktor waktu itu.
Tapi saya menyesal, ketika berkuliah di ISI Yogyakarta, saya belum pernah merasakan pengalaman diampu oleh Romo Prier. Beliau sudah tidak mengajar lagi di sana. Namun saya tidak pernah kelewatan untuk mengoleksi karya-karya ilmiah yang ditulis Romo Prier. Saya hanya membayangkan, jika saya dipertemukan dengan Romo Prier waktu itu, mungkin pengetahuan saya tentang musik akan menjadi lebih lengkap, karena beliau—yang juga menjadi kontributor buku ini—adalah salah satu sosok idola yang berwawasan luas, berdedikasi tinggi, dan konsisten terhadap perkembangan ilmu pengetahuan musik, baik dalam konteks Gereja Katolik maupun di lingkungan akademik dan masyarakat.
Mengapa pengalaman 17 tahun silam tersebut begitu berharga bagi saya? Karena pada saat itulah pertama kalinya saya mengenal musik sebagai sebuah sains (ilmu pengetahuan yang logis dan sistematik, layaknya mempelajari matematika sebagai ilmu pasti), bukan hanya ekspresi seni yang subjektif saja.
Hubungan matematika dan musik memang sudah berlangsung sejak masa Yunani Kuno. Di dalam buku A Geometry of Music: Harmony and Counterpoint in The Extended Common Practice (Dmitri Tymoczko, 2011) disebutkan, bahwa di dalam rentang berbagai fase sejarah musik sejak dulu hingga kini, musik tidak bisa kita lepaskan dari matematika atau unsur-unsur yang logis (terdapat rumus-rumus yang absolut, dan unsur-unsur yang terukur, bahkan pasti), namun—tentu saja—fleksibel dalam ekspresi, untuk tetap mengikat musik sebagai sebuah seni. Apa yang kita mainkan hari ini—menurut buku tersebut—telah terjadi ratusan bahkan ribuan tahun silam, kita terus mengulang, memaknai kembali, namun dalam konteks maupun interpretasi yang terus berubah dan berkembang. Semua itu karena kita juga mewarisi kebudayaan musik sebagai sebuah fakta maupun ilmu yang dinamis.
Di dalam Ilmu Kontrapung ada peraturan-peraturan tertentu yang serba ketat dan kemungkinan bisa menghambat kebebasan berekspresi secara natural. Ilmu Kontrapung menuntut kita untuk disiplin, namun kita harus ingat pula bahwa di dalam ekspresi musik selalu ada tarik-ulur antara unsur-unsur intuitif maupun rasional, di mana keduanya selalu menantang dan menarik untuk diposisikan secara seimbang atau saling melengkapi.
Tentang Buku ini
Buku ini terdiri dari tiga bagian besar, yaitu Ilmu Kontrapung Tonal (hal. 7-44), Ilmu Kontrapung Modal (hal. 45-114), dan Teknik Kontrapung Paul Widyawan (hal. 86-121). Bagian pertama ditulis oleh Victor Ganap, lalu bagian kedua dan ketiga ditulis oleh Romo Prier. Bagian pertama dan kedua mengetengahkan informasi (pelajaran berikut latihan) Ilmu Kontrapung sebagai salah satu disiplin teoretikal musik yang fungsional untuk keperluan penyusunan musik (baik aransemen maupun komposisi), dan bagian ketiga lebih memaparkan analisis atas teknik kontrapung yang dipakai Paul Widyawan.
Dijabarkan di buku ini dua pengertian mendasar tentang apa itu kontrapung: (1) Teknik komposisi musik polifon, di mana suatu lagu pokok (cantus firmus) dilengkapi dengan satu atau beberapa lagu yang secara melodis dan ritmis berdiri secara mandiri, namun tetap cocok satu dengan yang lain, hingga semua suara bersama-sama membentuk suatu komposisi; (2) Kontrapung adalah istilah “lagu pelengkap” untuk sebuah melodi yang sudah ada (disebut juga cantus firmus) dan disusun menurut peraturan-peraturan ilmu Kontrapung (hal. 45).
Menurut sejarahnya, Kontrapung dalam Modus Gereja dipopulerkan oleh Giovanni Pierluigi da Palestrina (1525-1594) dari Italia pada periode Renaisans (Abad Ke-16), sedangkan kontrapung untuk instrumental diciptakan oleh Johann Sebastian Bach (1685-1750) dari Jerman, pada periode Barok (Abad ke-17). Kedua jenis kontrapung merupakan musik gaya Polifonik, di mana Kontrapung vokal menggunakan tangganada Gereja, sedangkan Kontrapung instrumental menggunakan tangganada Diatonik. Aabila Palestrina berhasil menciptakan Missa Papae Marcelli yang Eklesiatik sehingga Gereja Katolik Roma mengadaptasi musik Polifonik selain Monofonik, maka penemuan Bach telah melahirkan sistem diatonik yang terdiri dari 24 Tonal Mayor (12# + 12b) dan 24 Tonal Minor (12# + 12b) yang bisa kita dengar melalui 48 Prelude-Fugue dalam Das Wohltemperirte Clavier (hal. 7-8).
Pada bagian pertama buku ini diketengahkan materi pembelajaran yang berisi teknik-teknik kontrapung tonal, yaitu bagaimana menyusun Struktur Melodi Satu Berbanding Satu, Satu Berbanding Dua, Satu Berbanding Empat, serta dilengkapi penjelasan mengenai Komposisi Melodi Polifonik dan Komposisi Musik Polifonik dengan contoh karya Invention dari Ichiro Mononobe.
Bagian kedua terasa lebih luas namun berfokus pada penjelasan mengenai Ilmu Kontrapung Modal. Pada bagian kedua ini, di antaranya, diketengahkan mengenai Sistem Nada Musik Abad Pertengahan, Jenis-Jenis Interval Abad Pertengahan, Tangga Nada Modal/Gregorian, Lagu-Lagu Modal Barat, Sejarah Ilmu Kontrapung (hal. 45-50), diikuti dengan teknik menyusun kontrapung dalam dua suara (hal. 54-69) dengan contoh-contoh implementatif yang bisa langsung dipraktikkan.
Menarik sekali menyimak sub-bagian buku ini yang berjudul Penerapan Peraturan-Peraturan Ilmu Kontrapung pada Lagu Tradisional Indonesia (hal. 70), dan Cara Menangani Lirik dalam Kontrapung (hal. 101), disisipi pula di bagian ketiga analisis teknik kontrapung Paul Widyawan yang menjadi wawasan tersendiri. Beberapa sub-bagian tersebut membuka pengetahuan baru terkait aplikasi Ilmu Kontrapung yang lebih kontekstual dan terbuka, karena umumnya Ilmu Kontrapung bersumber dari sistematika musik Barat, dan lebih sering dipakai untuk menyusun musik-musik instrumental.
Disiplin Ilmu Kontrapung memang sangat terikat dengan penguasaan atas keterampilan membaca dan menulis dalam notasi balok. Sebab itu memang dibutuhkan kemampuan tersebut terlebih dahulu sebelum mempelajari tiap materinya. Tidak mengherankan pula bahwa buku ini lebih banyak berisi contoh-contoh pelajaran yang diketengahkan ke dalam notasi balok, dengan didukung sedikit narasi (teks) demi memberi informasi dan memudahkan pemahaman.
Penutup
Kedua penulis buku ini, baik Victor Ganap maupun Romo Prier, adalah sosok yang tidak diragukan lagi keahliannya dalam disiplin Ilmu Kontrapung. Buku ini tentu saja sangat penting untuk memberi pemahaman mendasar namun komprehensif mengenai Ilmu Kontrapung khususnya yang berkembang pada kurun modus Gereja Katolik, Renaisans, dan Barok, dilengkapi juga teknik penyusunan kontrapung pentatonik yang merupakan khazanah tersendiri. Kiranya ke depan perlu ada juga buku-buku lanjutan yang mengetengahkan Ilmu Kontrapung Modern hingga pada perkembangan terkini.
Resensi ini telah dimuat di Majalah Warta Musik Edisi Juni 2021.